SHARIF 2024 Bahas Standar Kalender Hijriah, Hukum Waris, hingga Investasi Digital

By Admin


nusakini.com, Jakarta  – Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Sharia International Forum (SHARIF) 2024 di Jakarta, pada Rabu-Kamis (20-22/11/2024). Forum yang mengusung tema “Sharia Services by Government toward Maslahah ‘Ammah” ini dibuka secara resmi oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar pada Rabu (20/11) malam.

Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan, terdapat tiga isu penting yang akan dibahas dalam forum yang dihadiri ulama terkemuka dari 14 negara itu. Dikatakannya, para delegasi ini akan berdiskusi serta berbagi pengalaman terkait penerapan syariah di masing-masing negara.

“Di tengah derasnya arus globalisasi, umat Islam kerap kali menghadapi tantangan yang begitu kompleks. Mulai dari kebutuhan akan standar kalender bersama, hingga persoalan ekonomi digital yang masih menjadi perdebatan, hingga keharusan menciptakan sistem waris yang adil dan harmonis di setiap negara,” paparnya.

Topik pertama, Global Standard and Consensus: The MABIMS Criteria for the Hijria Calendar, menurut Kamaruddin, tema ini penting karena menyangkut penetapan standar kalender Hijriah yang telah lama menjadi perhatian utama umat Islam, terutama di kawasan Asia Tenggara. Melalui MABIMS, yakni kerja sama antara Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, penyelarasan kriteria kalender Hijriah dapat terwujud.

“Kami berharap sesi ini menghasilkan panduan yang dapat diadopsi antar-negara sehingga persatuan dan keharmonisan dalam menjalankan syariat dapat lebih terjaga. Kami juga berharap, MABIMS dapat menjadi model yang bisa diadopsi lebih luas, bahkan di tingkat internasional,” paparnya.

Topik kedua, Digital Assets and Investment in Islamic Law, Kamaruddin menyebut, sesi ini khusus mengkaji bagaimana hukum Islam menyikapi pengembangan aset digital yang sedang mengalami perkembangan pesat. Saat ini, banyak negara membutuhkan bantuan dalam menentukan keselarasan aspek investasi digital dengan prinsip syariat Islam.

Ketiga, Kamaruddin mengatakan, Islamic Inheritance within the National Legal Framework, merupakan sesi terakhir yang tak kalah penting dalam kehidupan umat Islam, yaitu hukum waris.

“Banyak negara dengan populasi Muslim yang besar terus berusaha menemukan cara untuk mengintegrasikan hukum waris Islam dalam kerangka hukum nasional,” paparnya.

Karenanya, menurut Kamaruddin, dibutuhkan kolaborasi yang erat antarnegara. Kamaruddin mengungkapkan, forum ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi itu. “Melalui diskusi-diskusi yang mendalam, kami berharap kita dapat memperkaya pemahaman, menciptakan solusi nyata, serta memperkuat tekad bersama dalam mengembangkan syariah yang tetap relevan di tengah dinamika global saat ini,” imbuhnya.

Ia pun berharap, seluruh delegasi dapat mengembangkan kebijakan, panduan, dan rekomendasi yang relevan serta aplikatif bagi umat Islam di seluruh dunia. Sebab menurutnya, setiap ide dan solusi yang tercetus di forum ini diyakini memberi dampak positif dan dapat diterapkan secara efektif di negara masing-masing.

“Misalnya, kesepakatan tentang kalender Hijriah yang dapat memperkuat persatuan, regulasi investasi digital sesuai syariah yang dapat membuka peluang ekonomi baru, hingga panduan hukum waris yang adil bagi seluruh umat Islam,” tandasnya.

SHARIF 2024 diikuti 14 negara, yaitu Turki, Malaysia, Singapura, Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, Brunei Darussalam, Yordania, Qatar, Maroko, Tunisia, Palestina, Australia, dan Indonesia.